Akhmadi Yazid Beri Peringatan Serius terkait APBD Sumenep 2026 yang ”Tekor” Rp570 M
- Mohammad -
- 23 Aug, 2025
Politisi PKB, Akhmadi Yazid, SH, MH, menilai penurunan ini bukan sekadar koreksi teknokratis, melainkan tanda rapuhnya fondasi fiskal daerah. Mantan jurnalis Jawa Pos tersebut menegaskan, kondisi ini memperlihatkan ketergantungan berlebihan Sumenep terhadap transfer dana pusat. ”Ini lampu kuning anggaran. Jangan sampai kita terus bergantung pada Jakarta. Efisiensi dan kemandirian fiskal harus menjadi pilihan strategis, bukan sekadar wacana,” ujarnya.
Alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta,ini menekankan bahwa hakikat otonomi sejati terletak pada kemampuan daerah menggali dan mengelola sumber daya keuangan secara mandiri, bukan semata menunggu alokasi dari pusat. Menurutnya, penurunan anggaran kali ini seharusnya menjadi momentum refleksi kolektif bagi pemerintah daerah.
Di sisi lain, meski pendapatan asli daerah (PAD) tercatat meningkat dari Rp318 miliar menjadi Rp333 miliar atau 5.02 persen, Yazid menilai kenaikan Rp15 miliar itu masih jauh dari memadai. Ia mengibaratkan tambahan tersebut hanya setetes air di tengah samudra kebutuhan fiskal yang kian mendesak. Tanpa terobosan signifikan, lanjutnya, Sumenep akan terus terjebak dalam lingkaran ketergantungan yang melemahkan posisi tawar pembangunan.
Untuk itu, ia mengusulkan terbentuknya sebuah “dream team” pengelola anggaran. Tim yang dimaksud Yazid tidak hanya mahir merombak pos belanja, tetapi juga berani menggali potensi ekonomi lokal, mulai dari sektor pariwisata, kelautan, energi terbarukan, hingga digitalisasi layanan publik. ”Kita butuh tim yang mampu menerjemahkan visi politik ke dalam kebijakan fiskal nyata, bukan hanya berhenti di mimbar pidato,” terangnya.
Yazid pun menilai kepemimpinan Bupati Sumenep Achmad Fauzi berada pada titik uji. Di tengah keterbatasan fiskal, keputusan sulit tak bisa dihindari, seperti memangkas belanja birokrasi, merelokasi anggaran seremonial, hingga menempatkan investasi pada sektor produktif. ”Kegagalan mengambil langkah tegas bukan hanya memperlambat pembangunan, tetapi juga bisa mengikis kepercayaan publik,” tandasnya.
Namun demikian ia menegaskan, APBD 2026 bisa dibaca sebagai krisis sekaligus peluang. Jika dikelola dengan bijak, anggaran ini berpotensi menjadi titik balik kemandirian fiskal daerah. Sumenep bisa membuktikan diri mampu berdiri dengan kekuatan sendiri, bukan sekadar menjadi penadah kebijakan pusat.
Namun sebaliknya, bila langkah strategis gagal diambil, yang tersisa hanyalah stagnasi, defisit, dan ketergantungan panjang terhadap transfer pusat. Di sinilah garis tipis antara peluang emas dan jebakan fiskal terbentang. ”Ya semua menunggu keberanian para pengambil kebijakan untuk menentukannya,” pungkasnya. (rba)
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *